Ramadhan Adalah Bulan Kemerdekaan

Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 bertepatan dengan Hari Jumat Legi tanggal 8 Bulan Ramadhan 1364 Hijriyah bertepatan pula dengan tanggal 8 Pasa 1876 tahun Jawa. Inilah fakta sejarah yang sering dijadikan rujukan peringatan Hari Kemerdekaan RI pada setiap tahunnya, apalagi kalau tepat bersamaan dengan Bulan Ramadhan. Seperti perayaan HUT Kemerdekaan RI ke 64 Tahun 2009 yang juga bertepatan menjelang Bulan Ramadhan 1430 H.

Mengapa Saya katakan bahwa Ramadhan adalah Bulan Kemerdekaan? Ada rentetan historis yang bisa dilacak dalam refleksi deskriptif dan faktual sekaligus. Kemerdekaan adalah puncak-puncak perjuangan melawan segala bentuk pendindasan dan penjajahan. Faktualnya, bangsa Indonesia harus berjuang melawan penjajah selama ratusan tahun agar bisa meraih kemerdekaan, merdeka dan berdaulat, membangun sebuah nation state sekaligus welfare state; negara bangsa dan negara berkesejahteran.
Dalam siklus tahunan kalender Hijriyah, bulan Ramadhan bisa dikatakan sebagai bulan di mana umat Islam meniti dan mengarungi tangga-tangga menuju puncak kemerdekaan hakiki makhluk manusia yang fitri. Tangga-tangga yang dimaksud adalah Rahmah, Maghfirah dan Itqun Min Al-Nar menuju Muttaqien Sejati. Faktualnya: Firman Allah; “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa (Ramadhan) sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa…” (Qs. Al Baqarah;183).
Dalam perjuangan melawan penjajah, ada jeda waktu sampai bangsa Indonesia bisa memproklamirkan kemerdekaannya, juga dalam perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan sampai hari ini. Ada fase meraih kemerdekaan, tercapainya kemerdekaan 17 Agustus 1945, fase transisi menuju demokrasi di era Orde Lama, fase Orde Baru dan fase Reformasi.




Semua berjalan linear dalam konteks mempertahankan dan mengisi kemerdekaan, sampai hari ini. Ada saat di mana kita mempertanyakan pada diri kita masing-masing, mempertanyakan pada bangsa kita sendiri; apakah kita dan bangsa kita ini sudah merdeka? Menjawab pertanyaan tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan tentunya. Mengapa?
Sebab kemerdekaan adalah proses-proses pencapaian sejarah pembebasan kehidupan manusia dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dari segala bentuk tirani dan penindasan. Kemerdekan adalah sesuatu yang tidak pernah final selagi masih ada bentuk-bentuk penindasan dan penjajahan sekecil apapun dan dalam bentuk apapun.
Itu sebabnya, sebagai warga negara yang baik, kita selalu perlu dan sangat diharapkan untuk bisa Memperingati Hari Proklamasi Kemerdekaan RI pada setiap tanggal 17 Agustus. Untuk apa? Untuk merefleksikan sejuah mana Kemerdekaan yang sudah diraih oleh bangsa ini benar-benar memberikan efek-merdeka bagi masyarakat semuanya. Itu tindakan yang paling minimal yang bisa dilakukan.



Masih banyak tindakan lain yang bisa dilakukan untuk terus mengisi dan mempertahankan kemerdekaan, semisal dengan berusaha “memerdekakan” masyarakat dari kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, ketidakadilan sosial, ekonomi, hukum, sesuai dengan profesi dan kemampuan kita masing-masing.

Ada jeda waktu dalam perjuangan melawan hawa nafsu dengan menjalankan puasa wajib selama Bulan Ramadhan agar manusia yang beriman kembali menemukan kondisi fitri atau fitrahnya. Puasa wajib Ramadhan tidak sekedar berpuasa dengan menahan lapar dan dahaga, tidak sekedar tidak makan dan tidak minum, melainkan mengupayakan mengosongkan tindakan dan pikiran dari segala bentuk perbuatan dosa, dengan cara memperbanyak ibadah selama sebulan penuh.
Di dalam bulan Ramadhan ada fase Rahmah (ditebarkan-Nya kasih sayang) di 10 hari pertama, fase Maghfirah (diampuni-Nya segala dosa-dosa kita) di 10 hari kedua dan Fase Itqun Min Al Nar (dibebaskan-Nya kita dari siksa api neraka) di 10 hari ke 3 selama menjalankan puasa wajib Bulan Ramadhan. Pada fase tersebut juga ada Lailatul Qodar, Lailatul Qodri Khoirun Min Alfi Sahr, Malam yang tak sebanding kebaikannya dibandingkan kebaikan Seribu Bulan.
Ketiga fase tersebut merupakan tangga bagi manusia yang beriman untuk kembali menemukan kondisi fitri atau fitrahnya. Penemuan kondisi fitrah inilah yang saya sebut sebagai kemenangan dan kemerdekaan hakiki manusia karena terbebas dan diampuninya segala dosa; “Barang siapa menjalankan ibadah Puasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan (berpuasa karena Allah semata), maka Allah akan mengampuni dosa-dosa (yang dilakukan) hamba-Nya di masa lalu (Hadits). Ini janji Allah, dan Allah SWT tidak akan sesekali mengingkari janji-Nya.
Sebagai umat Islam, kita merayakan kemenangan dan kemerdekaan hakiki tersebut di Hari Raya Idul Fitri, hari di mana seharusnya kita (umat Islam) terbebas dari segala dosa, terlahir kembali ke dunia menjadi manusia yang bertaqwa. Pada hari Raya Idul Fitri tersebut, seharusnya dan idealnya, kita Menjadi Manusia Merdeka dalam konteks terbebasnya segala dosa.
Seharusnya dan idealnya Menjadi Manusia Merdeka menjadi berbeda pada konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahwa kemerdekaan Indonesia sudah memasuki usia ke 64 tahun, sudah selama itu pula bangsa ini mempertahankan dan mengisi kemerdekaan. Jika hari ini, bangsa kita ternyata belum benar-benar merdeka, maka karena sebenarnya kemerdekaan adalah sebuah proses sejarah, bukan merupakan hal yang final, berhenti, mandeg pada ukuran-ukuran keberhasilan pembangunan, misalnya.
Sebab, bersamaan dengan keberhasilan pembangunan, masih banyak warga masyarakat yang belum merdeka, belum merasakan nikmatnya kemerdekaan karena terbelenggu oleh kemiskinan, ketidakdilan, penindasan dan tindakan sewenang-wenang yang sering kita jumpai di sekeliling kita.
Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia Yang Ke-64 Tahun. Saya Bangga menjadi Bagian dari Bangsa Indonesia. Mari Kita Sambut Kedatangan Bulan Ramadhan Bulan Kemerdekaan dengan suka cita. Temukan tangga-tangga Kemerdekaan selama Bulan Ramadhan untuk Menjadi Muttaqien Sejati dan Menjadi Manusia Merdeka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOP KAMAR OPERASI

Bentuk dan Makna Logo RSUD dr. Fauziah Bireuen

ALLAH sebaik baik pemberi rezeki